KOMPAK.ID – Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan penting mengenai sengketa batas wilayah Kota Bontang dengan kabupaten sekitarnya. Dalam putusan bernomor 10-PS/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Rabu (14/5/2025) itu, Ketua MK Suhartoyo menyatakan, “Memerintahkan kepada Gubernur Kalimantan Timur untuk memfasilitasi penyelesaian dengan cara mediasi antara Pemerintahan Daerah Kota Bontang dengan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai Timur, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam upaya menyelesaikan permasalahan cakupan wilayah dan batas wilayah serta perluasan wilayah Kota Bontang paling lama tiga bulan sejak putusan ini diucapkan.”
Mengutip dari mkri.id, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pertimbangan hukumnya menegaskan, “Mahkamah berpendapat pengajuan permohonan pengujian undang-undang a quo memang dapat dilakukan namun seharusnya menjadi pilihan terakhir atau upaya hukum terakhir (last resort).” Pernyataan ini merujuk pada mekanisme penyelesaian sengketa wilayah yang seharusnya difasilitasi terlebih dahulu oleh gubernur.
putusan ini muncul setelah berbagai upaya penyelesaian sengketa wilayah yang berlarut-larut.
MK tidak hanya memerintahkan proses mediasi, tetapi juga mewajibkan Gubernur Kaltim untuk melaporkan hasil mediasi kepada MK dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah batas waktu mediasi berakhir. Kementerian Dalam Negeri juga diperintahkan untuk melakukan supervisi terhadap proses mediasi tersebut dan melaporkan hasilnya dalam waktu yang sama.
Kuasa hukum pemohon, Heru Widodo, menjelaskan bahwa masalah ini berawal dari ketidakjelasan dalam UU No. 47/1999 tentang Pembentukan Kota Bontang.
“Proses penyelesaian batas wilayah khususnya wilayah Sidrap telah menyebabkan sengketa berkepanjangan karena tak kunjung membuahkan hasil,” ujar Heru.
Persoalan utama mencakup beberapa hal krusial. Pertama, wilayah Kota Bontang saat ini hanya terdiri dari dua kecamatan saja, yaitu Bontang Selatan dan Bontang Utara, sementara Kecamatan Bontang Barat tidak dimasukkan meski secara substansial tidak ada sengketa dengan kabupaten lain. Kedua, terdapat ketidakjelasan status Desa Sekambing yang seharusnya masuk wilayah Kecamatan Bontang Selatan. Ketiga, terjadi perubahan status wilayah Sidrap yang semula bagian dari Kabupaten Kutai menjadi masuk wilayah Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur.
Terdapat perbedaan sikap di antara pemohon dalam menyikapi proses hukum ini. Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni yang terpilih pada Pilkada 2024 memilih untuk menarik permohonan setelah ada surat dari Kemendagri.
“Mungkin nantinya masyarakat yang bisa melanjutkan persidangan ini,” kata Neni saat hadir dalam persidangan. Sementara itu, DPRD Kota Bontang melalui surat resmi menyatakan dukungannya untuk melanjutkan permohonan.
Putusan ini diharapkan dapat menjadi solusi akhir bagi sengketa wilayah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Dengan tenggat waktu tiga bulan untuk proses mediasi, diharapkan semua pihak dapat menemukan titik temu yang adil dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, khususnya warga yang tinggal di wilayah-wilayah yang menjadi sengketa. (*)