Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
BERITA UTAMA

Eropa Tolak Minyak Sawit hanya untuk Kampanye Hitam

Eropa akhirnya menggunakan minyak sawit, setelah sebelumnya menolak .

JAKARTA – Selama ini, aksi penolakan negara-negara di Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawit, terbukti hanya kampanye hitam belaka. Bahkan, hal itu dilakukan karena latar belakang perang dagang.

“Terbukti, ketika Eropa kesulitan mendapat minyak nabati dari bunga matahari atau minyak canola, mereka tidak segan menggunakan minyak kelapa sawit. Artinya mereka tidak konsisten dengan sikapnya,” sebut Tofan Mahdi, ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Tofan Mahdi, saat silaturahmi Ramadan secara virtual, Senin (18/4) sore tadi.

Diakui, pecahnya perang Rusia versus Ukraina, menyebabkan produksi minyak bunga matahari dan canola turun drastis. Ini menyebabkan negara di Eropa kesulitan mendapat minyak nabati.

<”Maka jangan kaget kalau produsen makanan di Eropa sekarang kembali mencari minyak sawit. Padahal dulu sangat anti minyak kelapa sawit. Katanya dianggap merusak hutan, tidak ramah lingkungan dan sebagainya. Tapi sekarang juga cari minyak sawit,” bebernya.

Bahkan, sebelumnya di Eropa ada produsen makanan mencantumkan label bebas minyak kelapa sawit di kemasannya. Kini label itu tidak ada lagi.

“Terbukti selama ini mereka melakukan kampanye negatif. Itu hanya perang dagang, Nyatanya mereka tidak konsisten dengan sikap mereka sebelumnya,” ucapnya.

Sebab, jika konsisten, mestinya tidak berani mengambil risiko pakai bahan baku minyak sawit. “Mereka lupa pernah melakukan black campaign,” tegasnya.

Karena itu, di balik perang Rusia versus Ukraina ini membawa dampak positif bagi produsen sawit seperti Indonesia. Karena terbukti Eropa juga menggunakan minyak kelapa sawit.

Industri kelapa sawit saat ini memberikan kontribusi sangat positif pada pendapatan negara. Bahkan, harga minyak kelapa sawit saat ini mencapai rekor tertinggi yaitu mencapai USD 1.600 per ton. Jika dirupiahkan harganya mencapai tertinggi Rp 18 ribu per kg.

“Petani kelapa sawit saat ini semestinya senang, karena harga tandan buah segar (TBS) saat ini sangat baik,” katanya.

BACA JUGA :  KPU Kaltim Terima Kunjungan Siswa SMA Budi Luhur

Uniknya, menurut Tofan, fenomena kenaikan harga ini berbeda dibanding tahun sebelumnya. “Kalau sebelumnya paling hanya sebentar. Kalau sekarang, sudah lebih 1 tahun harga tetap tinggi,” sambungnya.

Tak heran jika ada yang menyebutkan ini adalah super siklus, dan belum tentu terjadi setiap 20 tahun.

Meski harga sedang mengalami kenaikan, namun menurut Tofan, secara umum produksi kelapa sawit masih turun karena cuaca panas pada 2019 masih terasa dampaknya hingga sekarang.

Sementara, dampak yang kurang positif harus dirasakan masyarakat karena dua bulan terakhir minyak goreng menjadi barang langka dan mahal. “Harga mahal karena harga minyak goreng mentah juga tinggi,” sebutnya.

Pada 2021 tadi, sektor kelapa sawit menjadi andalan ekspor nasional dengan kontribusi diperkirakan hingga mencapai 15 persen. Tercatat hasil ekspor 2021 mencapai USD 35 miliar. Itu artinya, lebih dari Rp 500 triliun yang disumbangkan sektor kelapa sawit.

“Indonesia harus mampu menjaga sektor ini. Kalau tidak, sayang. Karena ini sumber pendapatan bisa diperbaharui,” bebernya. Tentu berbeda dengan sektor tambang yang bisa habis.

Dalam situasi ini, pemerintah Indonesia menurutnya sangat diuntungkan. Karena pendapatan dari harga minyak sawit mentah yaitu USD 1.500 per ton CPO, pajak yang dibayarkan ke pemerintah adalah pajak ekspor USD 200 dan pungutan ekspor USD 375. Total USD 575 yang dibayarkan kepada pemerintah.

Tofan menilai, di tengah naiknya komoditas ini, maka ini juga bisa menjadi momen paling tepat bagi para pelaku usaha kelapa sawit untuk memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit. Sehingga hasil produksi menjadi lebih baik dengan performa yang terus meningkat.

Lalu apakah harga minyak kelapa sawit akan kembali normal? Inilah yang sulit diprediksi. Namun yang lebih penting masyarakat harus mengawasi peredaran minyak curah subsidi dengan harga Rp 14 ribu per liter. (*)

 

Related posts