Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
BERITA UTAMA

Upacara Ulambana, Wujud Bakti Anak pada Orang Tua

Master Acharya Lian Yang dari Jakarta memimpin ritual Ulambana di Vihara VajraVijaya Citta Samarinda.

SAMARINDA – Tradisi menunjukkan wujud bakti anak kepada orang tua tercermin dalam ritual upacara Ulambana yang dilaksanakan di Vihara Vajra Vijaya Citta di Jalan Mulawarman Samarinda, Sabtu (23/7/2022) malam tadi. Ini merupakan ajaran Buddha aliran Tantrayana, yang merupakan tradisi penyeberangan dari alam kurang baik ke alam lebih baik.

Upacara ini menghadirkan Acharya Lian Yang dari Jakarta. Ia didatangkan khusus dari Jakarta untuk memimpin ritual doa dalam upacara Ulambana yang berlangsung kurang lebih 2 jam sejak pukul 19.30 WITA hingga selesai.

Dikatakan Acharya Lian Yang, aliran Zhenfozong dirintis dan dikembangkan Mahamula Acharya Dharmaraja Liansheng yang hingga kini masih hidup dan menetapkan di Seattle, Amerika Serikat.

“Beliau memiliki misi untuk membabarkan Dharma Budha yang benar serta menyeberangkan dan menuntun para insan supaya bisa terlepas dari lingkaran samsara hidup dan mati,” tutur Lian Yang yang baru kali pertama ke Samarinda ini.

Dikatakan, tradisi penyeberangan ini biasanya dilakukan setiap tahun pada bulan Juli. Menurutnya, kendati upacara ini dikhususkan untuk doa kepada orang tua, baik yang sudah meninggal maupun hidup, tapi tak menutup kemungkinan sanak saudara bisa didaftarkan untuk turut didoakan.

Ada rapalan doa-doa tertentu yang dibaca dalam upacara ini. Ritual ini beranjak dari kisah salah satu murid utama sang Budha, bernama Yang Ariya Moggallana. “Dikisahkan dalam meditasinya, ia melihat ibundanya menderita dalam alam setan kelaparan, karena saat hidup banyak melakukan karma buruk, sehingga dihukum dijatuhkan dalam alam neraka, yaitu setan kelaparan,” jelasnya.

Melihat penderitaan ibunya itu, dengan kekuatannya ia berusaha membuka pintu neraka dan memberikan makanan pada ibundanya. “Akan tetapi saat makanan tersebut akan dimakan Ibundanya makanan tersebut berubah jadi bara api hingga tidak bisa dimakan,” sambungnya.

Karena putus asa, Moggallana kembali ke alam dunia dan mohon petunjuk dari Budha Shakyamuni bagaimana cara menyelamatkan ibundanya. Buddha memberikan cara, yakni dia harus mengumpulkan para sangha, kemudian memberikan persembahan makanan dan persembahan dana, serta meminta para sangha berdoa bersama dan melimpahkan jasa kepada ibundanya.

BACA JUGA :  Digandeng Kesbangpol, PWI Kaltim Beri Pendidikan Wawasan Kebangsaan

“Petunjuk itu dilakukan, dia mengumpulkan 500 sangha dan doa bersama, barulah ibundanya bisa terlepas dari penderitaan di alam setan kelaparan. Karena ketika hal itu dilakukan, seketika itu api neraka padam. Tubuh ibunya pun terbelah dan terlahir kembali di alam yang lebih baik,” jlentrehnya.

Berdasarkan cerita itulah, ajaran sang Buddha dilestarikan, apalagi manfaatnya sangat besar, sehingga tradisi Ulambana ini terus dipertahankan dan diadakan setahun sekali.

Manfaat lainnya, selain menunjukkan bakti anak kepada ibu atau orang tuanya, juga bisa menyelamatkan makhluk dari tiga alam samsara, supaya mereka bisa terlahir di alam yang lebih baik.

“Makna upacara ulambana, supaya selalu mengingat semangat ajaran sang  Budha. Untuk menolong orang tua atau leluhur agar terlahir di alam lebih baik. Boleh jadi orang tua pernah melakukan karma buruk,” tegasnya.

Selain itu, setiap bulan 7 lunar, juga menganjurkan umat selama sebulan membaca mantra balas budi orang tua. Tujuannya apa? Bagi orang tua yang sudah wafat bisa membantu mereka terlahir di alam yang lebih baik. Jika orang tuanya masih hidup, maka jasa dari mantra ini bisa membuat orang tua kita menjadi sehat dan panjang umur.

Acharya Lian Yang juga berpesan agar umat Budha tidak membenci orang lain. “Tidak ada manfaatnya. Jangan menaruh kebencian dalam diri kita. Rugi kalau kebencian dibawa sampai meninggal,” pesannya.

Sementara, dalam ritual tersebut Acharya Lian Yang juga memberikan pemberkatan pada setiap umat yang hadir. Sebelumnya Acharya Lian Yang juga memberkati semua persembahan yang sudah diberikan oleh para umat yang hadir.

Puncak acara adalah penyeberangan. Momen ini diritualkan dengan membakar nama-nama yang sudah dituliskan dalam sebuah kapal kertas. Harapannya, dengan prosesi tersebut, nama para orang tua atau leluhur yang masih berada di alam kurang baik, bisa berpindah ke alam yang lebih baik.  (*)

Related posts