Kompak.id, Samarinda – Polemik tuntutan ganti rugi warga Jalan Rapak Indah Samarinda yang tanahnya dijadikan jalan umum oleh pemkot terus bergulir, Komisi I DPRD Kalimantan Timur merespon hal tersebut dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Forum Mahasiswa Rakyat (FMR), Pemerintah Kota Samarinda, BPN, PUPR provinsi dan Lurah Karang Asam, di Hotel Mesra Indah, Kamis (8/8/2024).
RDP belum memberi titik terang kepastian pihak mana yang akan bertanggungjawab untuk pembayaran antara Pemkot Samarinda atau Pemprov Kaltim.
Mewakili Wali Kota Samarinda, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah Kota Samarinda Asran Yunisran mengatakan Pemkot Samarinda berharap proses ganti rugi melalui jalur hukum.
” Data yang ada bisa disandingkan dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ungkap Asran Yunisran.
Disisi lain, Ketua komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menanggapi pernyataan Pemkot Samarinda, Ia mengatakan pihaknya telah lebih dulu mendalami data dan fakta yang ada soal tuntutan ganti rugi warga Jalan Rapak Indah dan dirasa tidak perlu menenpuh jalur tersebut.
Dirinya berujar, Penyelesaian melalui jalur hukum akan memakan banyak tahapan lagi, lagipun menurutnya hal ini tidak perlu melalui jalur hukum karena tidak ada yang bersengketa dalam kasus ini, Masyarakat hanya meminta ganti rugi.
“Masa tidak ada yang bersengketa harus di bawa ke ranah hukum,” jelasnya.
Lebih lanjut Politisi Partai Amanat Nasional ini meminta warga menginventarisasi data dan memberi tanda patok bagi tanah yang terkena jalan yang dibangun pemerintah.
Baharuddin menjelaskan, hal tersebut berfungsi memudahkan pembuatan peta bidang untuk mengetahui besaran lahan rakyat yang terdampak.
“Kalau sudah Clear, barulah Pemkot dan Pemprov duduk bareng lagi untuk mencari solusi bersama,” paparnya.
Menurutnya, Pemerintah setempat tidak boleh tinggal diam dan terus membiarkan lahan tersebut tidak dibayar, karena lahan tersebut milik pribadi dan tidak diwakafkan oleh si pemilik tanah.
Dirinya membeberkan, lahan di rapak indah ini sudah berpolemik sejak tahun 2002, atau kurang lebih 22 tahun berlangsung, dan pastinya warga telah mengeluarkan upaya yang gigih dan panjang untuk membebaslan lahan mereka.
“Mau nanti pakai dana APBD Kota atau Provinsi, intinya hak Masyarakat harus diberikan,” pungkas Baharuddin. (Ain)