Kompak.id, Tenggarong – Kisah Indah Priana adalah kisah yang berjalan pelan, penuh liku, tapi tetap menyala oleh ketabahan yang tak pernah padam. Mahasiswi semester 1 Prodi Manajemen STIE Tenggarong ini datang dari Muara Kaman, sebuah kecamatan sunyi yang jauh dari keramaian kota. Dari sanalah perjalanan hidupnya dimulai, perjalanan yang berkali-kali goyah, namun akhirnya menemukan jalannya kembali melalui sebuah program bernama Gratispol.
Ayahnya adalah seorang tukang urut. Setiap hari, dengan harapan dan tas kecil berisi minyak urut, sang ayah melangkah dari rumah ke rumah, mengandalkan tenaga di kedua tangan untuk menafkahi keluarga. Namun pendapatan yang tak menentu itu bukanlah satu-satunya tantangan. Indah tumbuh dalam rumah yang tak hanya bekerja keras, tapi juga berjuang melawan kesehatan dan waktu.
Indah pernah gap year selama tiga tahun. Bukan karena malas atau tak tahu arah. Tubuhnya sedang berperang dengan sakit yang diderita.
“Dokter bilang nggak bisa disembuhkan, tapi setidaknya biar nggak makin parah harus rajin minum obat,” ucapnya lirih.
Di masa-masa itu, ketika ia tidak bisa beraktivitas berat, ia membantu neneknya menjahit. Dari situlah ia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, uang yang ia siapkan untuk kuliah. Namun hidup sering kali memiliki rencana lain. Ayahnya jatuh sakit, dan tabungan yang ia kumpulkan habis untuk biaya berobat.
“Makanya aku ambil cuti dulu, uangnya kepake untuk bapak,” katanya.
Indah sudah beberapa kali mencoba membuka pintu pendidikan. Ia pernah menjadi mahasiswa baru di universitas lain, tapi UKT membuat langkahnya kembali tertahan.
“Saya maba dari UT, tapi nggak bisa bayar UKT,” ungkapnya.
Sekali lagi, ia menunda mimpi.
Hingga suatu hari, sebuah telepon datang. Kabar yang bahkan membuatnya ragu apakah itu nyata, beasiswa Gratispol, kuliah gratis dari awal sampai lulus.
“Saya sampai nanya, beneran kah? Kalau beneran ayo. Pas daftar ternyata memang iya. Alhamdulillah orang tua mengizinkan,” katanya sambil tersenyum.
Kini, setelah merantau dari Muara Kaman ke Tenggarong, Indah tak lagi menanggung beban UKT sekitar Rp4,5 juta per semester. Semua ditanggung Gratispol.
“Saya tinggal kuliah saja,” ujarnya lega.
Di balik perjuangan kuliah, Indah bukanlah gadis yang tinggal diam. Ia tumbuh sebagai pekerja keras sejak kecil. Ia bisa menjahit sejak umur lima tahun. Selepas operasinya pada tahun 2023, ia baru benar-benar mulai memperdalam kemampuan itu. Jahitan demi jahitan mendukung keuangan keluarga, dan bahkan menjadi salah satu sumber harapan ketika kuliah terasa jauh.
Ia sempat membuka usaha sendiri bernama RNI Food, menjual sanga cabe bawang. Usaha itu berjalan, sampai alergi pada jarinya membuat ia harus berhenti sejenak.
“Sekarang gatal banget kalau kena sabun atau makan yang salah. Jadi aku stop dulu,” katanya.
Selain itu, ia sempat membuat konten soal jahit-menjahit. Peluangnya besar, penontonnya banyak, namun HP yang tidak kuat membuat ia memilih berhenti sementara dan fokus memperdalam skill dulu.
“Padahal lagi rame banget, tapi HP-ku nggak kuat. Sekarang aku upgrade skill jahit dulu,” tuturnya.
Indah bermimpi suatu hari nanti membuka usaha permak baju di Tenggarong sambil kembali menjalankan RNI Food. Namun untuk saat ini, ia memilih fokus menjalani kuliah, masa adaptasi yang ia perjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Bagi keluarga tukang urut yang hidup dari kerja keras, Gratispol bukan sekadar beasiswa. Program ini adalah pintu masa depan yang sebelumnya tak pernah tampak jelas. Setiap kali melihat ayahnya kembali mengurut pelanggan meski tubuhnya tak selalu kuat, Indah tahu ia harus berhasil.
“Orang tua tuh nggak pusing lagi. Semenjak ada Gratispol, sangat terbantu,” ucapnya.
Ia menitip harapan kepada Gubernur Kaltim agar lebih banyak anak muda bisa meraih kesempatan yang sama.
“Banyak banget yang pengen kuliah di atas 25 tahun. Semoga batas umur bisa sampai 30 tahun,” harapnya.
Indah Priana adalah bukti bahwa takdir bisa berubah ketika kesempatan datang pada waktu yang tepat. Dari Muara Kaman hingga Tenggarong, dari ruang jahit nenek hingga ruang kuliah, dari gap year bertahun-tahun hingga bangku perkuliahan yang akhirnya ia duduki semuanya terhubung oleh tekad, keringat ayahnya, dan sebuah program yang membuka jalan Gratispol.
Selama Gratispol tetap berjalan, akan selalu ada anak-anak di kampung, di keluarga sederhana, di rumah-rumah penuh harapan, yang bisa mengubah hidupnya, seperti Indah. (Adv/Diskominfo Kaltim)
