Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
SEPUTAR KALTIM

Warga Sungai Dama Tolak Kompensasi Rp5 Juta dari Proyek Terowongan Samarinda

Salah seorang warga Sungai Dama,Yati yang ingin rumahnya dibebaskan.

Kompak.id, Samarinda – Sejumlah warga di Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, menolak tawaran kompensasi sebesar Rp5 juta yang diberikan pihak pelaksana proyek Terowongan Samarinda. Mereka menilai nilai tersebut tidak sebanding dengan tingkat kerusakan rumah akibat getaran alat berat dari aktivitas proyek.

Warga menyebut getaran kerap terjadi hampir setiap malam dan menyebabkan kerusakan serius pada bangunan. Yati (58), warga RT 7, mengaku rumahnya mengalami retakan parah di dinding, keramik, bahkan atap yang bergeser sejak pekerjaan proyek dimulai.

“Dikasih lima juta, tapi kerusakannya banyak sekali. Keramik, tembok, atap, semua rusak. Kalau diperbaiki enggak cukup segitu. Makanya saya bilang, sekalian aja dibebaskan,” ujar Yati, Jumat (17/10/2025).

Ia menuturkan bahwa warga sudah beberapa kali melapor ke pihak proyek maupun pemerintah, namun belum ada tindak lanjut nyata.

“Dulu ada dari PMR, Pak Ananta, datang foto-foto rumah saya. Katanya nanti ada tim lanjutan, tapi sampai sekarang enggak datang lagi,” tambahnya.

Menurut Yati, pihak proyek seharusnya melakukan pendataan kondisi rumah sejak awal sebelum pekerjaan dimulai agar jelas perbedaan antara kerusakan lama dan yang disebabkan aktivitas proyek. Ia juga mengeluhkan tudingan yang dialamatkan kepada warga seolah ingin mencari keuntungan.

“Sekarang malah kami dibilang cari untung. Padahal gampang dilihat, mana retakan lama, mana yang baru. Kalau dari awal diperiksa, enggak akan begini,” keluhnya.

Rumah Yati yang berjarak sekitar 30 meter dari pagar proyek disebut paling sering merasakan getaran hebat, terutama saat alat berat beroperasi malam hari. Ia berharap pemerintah bersama pihak pengembang dapat mempertimbangkan opsi pembebasan rumah warga dengan ganti rugi yang layak.

“Harapan saya cuma satu, rumah kami dibebaskan saja. Karena tiap malam getarannya bikin takut. Kalau dibayar wajar, kami rela pindah,” tandasnya.

Menanggapi hal tersebut, Camat Samarinda Ilir, La Uje, menyebut tawaran kompensasi Rp5 juta merupakan bentuk itikad baik dari pihak pengembang untuk menjaga situasi tetap kondusif, namun pemerintah tidak bisa memaksa warga menerimanya.

“Tawaran Rp5 juta itu sifatnya itikad baik dari pihak pengembang untuk menangani kerusakan yang mendesak. Nilainya memang kecil, tapi tujuannya menjaga situasi tetap kondusif,” jelas La Uje.

Sementara itu, Sat Operasional Manager PT PP,  Margono, mengatakan kompensasi tersebut merupakan langkah cepat sambil menunggu hasil evaluasi terhadap dampak proyek.

“Benar, Rp5 juta per rumah itu bentuk penanganan cepat. Saat ini masih ada sekitar lima rumah lagi yang kami identifikasi terdampak. Kami terus melakukan pemantauan dan evaluasi bersama pihak terkait,” tutup Margono. (Ain)

Related posts