Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
PEMKOT SAMARINDA

DLH Samarinda Tegaskan Pengembang GM8 Harus Patuhi Analisis Lingkungan dan RTRW

Munaji

Kompak.id, Samarinda – Polemik limpasan air dari Perumahan Graha Mandiri 8 (GM8) yang menyebabkan banjir di permukiman warga Gang Sayur 9, Samarinda, akhirnya mendapat tanggapan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda. DLH menegaskan bahwa setiap pembangunan perumahan wajib menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), serta memenuhi kaidah lingkungan hidup yang ditetapkan.

“Jadi memang diukur dari skala kegiatan dan dampak yang ditimbulkan,” ujar Munaji M. Afif, Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan DLH Kota Samarinda, Selasa (7/10/2025).

Menurut Munaji, sebelum rencana pembangunan (set plan) disetujui Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim), setiap pengembang wajib melalui analisis lingkungan oleh DLH. Proses ini juga melibatkan sejumlah instansi seperti BPBD, PUPR, kelurahan, dan kecamatan setempat. Hasil analisis akan dituangkan dalam dokumen lingkungan yang berisi panduan pengelolaan dan pemantauan dampak kegiatan.

Terkait pemanfaatan lahan rawa menjadi kawasan perumahan di GM8, Munaji menegaskan DLH tidak berwenang dalam perizinan awal, melainkan bertugas setelah izin pembangunan diterbitkan.

“Izin awal itu keluar dari PUPR, kami hanya memberi analisis lingkungan, semisal kewajiban harus ada kolam retensi dan drainase beserta ukurannya,” jelasnya.

Namun, DLH tetap memiliki kewenangan untuk memerintahkan pengembang melakukan penyesuaian teknis, terutama jika ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen lingkungan dan kondisi di lapangan. Penyesuaian ini bisa dilakukan baik atas dasar temuan teknis maupun laporan masyarakat.

“Kalau kolam seharusnya kedalamannya 3 meter, ternyata realitanya perlu yang lebih dalam lagi atau jalur drainasenya harus diubah, itu memungkinkan untuk dilakukan perubahan,” terang Munaji.

Sementara itu, Direktur Graha Mandiri Kaltim, Jimmy Sianturi, menyatakan pihaknya telah mengantongi seluruh izin resmi dan mengikuti aturan tata ruang yang berlaku. Ia menyebut kawasan GM8 memiliki kontur 70% bukit dan 30% rawa kering, serta telah ditetapkan sebagai zona perumahan dalam RTRW.

“Kami perizinan semua lengkap, dan fasilitas penunjang seperti kolam retensi dan drainase semuanya sudah ada, meskipun bertahap pengerjaannya,” kata Jimmy.

Namun, klaim tersebut dibantah warga sekitar. Sultan, warga Gang Sayur 9, menegaskan bahwa kawasan tersebut dulunya rawa basah, bukan rawa kering sebagaimana disebutkan pihak pengembang.

“Itu rawa basah, air biasanya singgah di situ kalau hujan dulunya, tidak turun ke rumah warga,” ujarnya.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena memperlihatkan potensi konflik tata ruang dan pengawasan lingkungan di tengah pesatnya pembangunan perumahan di Samarinda. DLH menegaskan akan terus memantau dampak lingkungan dari proyek GM8, serta memastikan pengembang menyesuaikan fasilitas pengendali air agar tidak merugikan warga sekitar.(Ain)

Related posts