Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
SEPUTAR KALTIM

Pelestarian Bahasa Daerah Masuk Kurikulum SMA di Kaltim, Disdikbud Dorong Siswa Cintai Bahasa Ibu

Kompak.id, Samarinda – Upaya pelestarian bahasa daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) kini resmi mendapat ruang dalam dunia pendidikan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim memastikan, muatan lokal (Mulok) berbasis bahasa daerah, seni budaya, dan sumber daya alam telah diterapkan di seluruh SMA, mulai dari kelas X hingga kelas XII.

Subkoordinator Kurikulum dan Penilaian Disdikbud Kaltim, Atik Sulistiowati, menyebut pengembangan muatan lokal bahasa daerah ini telah dimulai sejak 2023 dan kini memasuki tahun ketiga.

“Kalau tahun 2023 untuk kelas 10, tahun 2024 kelas 11, dan sekarang kami menyusun untuk kelas 12. Jadi, targetnya lengkap sudah tiga jenjang belajar muatan lokal Kaltim,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).

Atik menjelaskan, penyusunan materi dilakukan oleh 20 penulis dan dua mentor akademisi dengan mengangkat kekayaan bahasa dan budaya daerah. Setidaknya ada enam jenis muatan lokal yang bisa dipilih sekolah, dengan bahasa daerah menjadi fokus utama.

“Sekolah bebas memilih sesuai karakter daerahnya. Misalnya, di Paser memilih Bahasa Paser, di Berau Bahasa Berau, di Kutai Bahasa Kutai. Tujuannya agar siswa tetap mengenal dan menghargai bahasa daerahnya masing-masing,” katanya.

Menurut Atik, pengenalan bahasa daerah di sekolah merupakan bagian penting dalam menyelamatkan bahasa yang terancam punah. Hasil riset Balitbangda Kaltim mencatat, bahasa Kutai Muara Kaman bahkan sudah kehilangan penutur aslinya.

“Anak-anak harus tahu bahwa bahasa daerah mereka adalah bagian dari warisan budaya yang harus dijaga,” tegasnya.

Program ini didasarkan pada Permendikbud Nomor 13 Tahun 2025 tentang struktur kurikulum yang menetapkan mata pelajaran pilihan muatan lokal dengan beban 2 jam pelajaran (JP). Sekolah pun diberi keleluasaan menentukan bahasa daerah sesuai lingkungan dan identitas lokalnya.

Meski begitu, pelaksanaannya tidak tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah minimnya tenaga pendidik dan penulis yang benar-benar menguasai bahasa daerah.

“Misalnya untuk Bahasa Berau, sulit sekali mencari guru atau penulis yang benar-benar penutur asli. Akhirnya kami bekerja sama dengan komunitas dan penutur lokal untuk membantu penyusunan materi,” jelas Atik.

Selain itu, kendala administratif dalam sistem kepegawaian (Dapodik) turut memperumit pelaksanaan. Banyak guru yang mampu berbahasa daerah, namun karena tidak berasal dari jurusan bahasa, jam mengajarnya tidak diakui dalam tunjangan sertifikasi.

“Ada guru yang bisa berbahasa daerah dengan baik, tapi karena bukan guru bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, jamnya tidak diakui. Ini juga jadi persoalan nasional,” ungkapnya.

Untuk mengatasinya, Disdikbud Kaltim kini menjajaki kerja sama dengan Universitas Mulawarman guna memberikan pelatihan dan tambahan kompetensi bagi guru bahasa Indonesia agar dapat mengajar bahasa daerah.

“Harapan kami, anak-anak Kaltim bisa tumbuh dengan rasa bangga pada bahasanya sendiri. Karena siapa lagi yang akan menjaga kalau bukan mereka?” ujarnya.

Atik mencontohkan, daerah lain seperti Bali dan Yogyakarta telah lama mewajibkan penggunaan bahasa daerah di sekolah.

“Kalau di Bali anak wajib bisa Bahasa Bali, di Yogyakarta Bahasa Jawa, maka di Kaltim seharusnya kita juga menjaga Bahasa Kutai, Paser, Berau, dan lainnya,” katanya.

Kekhawatiran Disdikbud Kaltim sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, yang menunjukkan penurunan tajam penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda. Hanya 68,04% anak usia 5—17 tahun yang masih menggunakan bahasa daerah di rumah, jauh di bawah kelompok usia 60 tahun ke atas yang mencapai 83,27%.

Dalam pergaulan, tren serupa juga terlihat. Pengguna bahasa daerah terbanyak berasal dari kelompok usia lanjut (76,78%), sementara anak-anak dan remaja hanya 50,21%. Sebaliknya, penggunaan bahasa Indonesia justru dominan di kalangan muda.

Data ini memperlihatkan bahwa bahasa daerah semakin terpinggirkan. Karena itu, langkah Disdikbud Kaltim menjadikan bahasa daerah sebagai bagian kurikulum sekolah menjadi strategi penting untuk menjaga identitas budaya daerah agar tidak hilang di tengah arus modernisasi. (*)

Related posts