Kompak.id, Samarinda – Menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Politani Cabang Samarinda melaksanakan Panggung Refleksi September Hitam di bawah flyover Jembatan Samarinda Seberang. Acara ini merupakan wujud protes terhadap lambannya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia. Meski pembangunan terus digenjot, HMI menegaskan bahwa pengabaian terhadap isu-isu HAM merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan demokrasi. Minggu (8/9/2024).
Aksi yang berlangsung penuh semangat itu dikomandoi Ketua HMI Komisariat Politani, Arianto yang menyampaikan kritik tajam kepada pemerintah terkait pelanggaran HAM yang belum juga dituntaskan seperti peristiwa 1965, Tragedi Trisakti, hingga pelanggaran HAM di Papua yang masih menjadi luka terbuka.
“Hingga saat ini, kami tidak melihat ada upaya serius dari pemerintah untuk mengadili para pelaku,” tegas Arianto dalam orasinya.
Arianto menyebut Panggung Refleksi ini sekaligus menjadi simbol perlawanan terhadap sikap pemerintah yang dinilai abai terhadap hak-hak korban dan menjadikan pembangunan sebagai alibi untuk menutup mata terhadap keadilan.
Peserta yang hadir juga menyuarakan kekecewaan mereka terhadap Presiden yang dianggap belum memenuhi janji kampanyenya dan selalu menunda terkait penuntasan pelanggaran HAM.
“Ini tidak bisa terus dibiarkan. Pembangunan tidak ada artinya jika HAM masih terabaikan,” lanjut Arianto.
Beberapa orator juga menyampaikan bahwa situasi HAM di Indonesia semakin memburuk, dengan makin banyaknya kasus pelanggaran yang terjadi di Papua dan wilayah konflik lainnya. Pemerintah dianggap menggunakan pendekatan militeristik yang malah memperburuk kondisi di lapangan.
“Ini bukan hanya masalah masa lalu. Di Papua, kita melihat pelanggaran HAM terus berulang tanpa adanya upaya penyelesaian yang berarti. Negara ini harusnya melindungi rakyatnya, bukan malah bersekongkol dengan kekuatan yang menindas,” ujar salah satu aktivis dalam diskusi terbuka.
Panggung Refleksi September Hitam tidak hanya menjadi ajang peringatan tetapi juga wujud perlawanan dari kalangan mahasiswa dan aktivis yang masih berjuang demi keadilan. Acara ini merupakan sindiran keras bagi pemerintah agar tidak melupakan tanggung jawab mereka dalam menegakkan HAM, di tengah ambisi pembangunan yang gencar dicanangkan.
HMI Komisariat Politani Samarinda menutup acara dengan tuntutan yang tegas: segera tuntaskan semua kasus pelanggaran HAM dan hentikan pendekatan represif yang merugikan masyarakat. Mereka menegaskan bahwa pembangunan tanpa penghormatan terhadap hak asasi hanya akan melahirkan ketidakadilan baru di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, HMI Komisariat Politani Cabang Samarinda mengajukan 4 tuntutan sebagai berikut:
1. Segera adili semua pelaku pelanggaran HAM dalam peristiwa September Hitam dan tragedi-tragedi lain, tanpa ada pengecualian.
2. Hentikan impunitas dan tutup segala celah hukum yang melindungi para pelaku dari penegakan hukum.
3. Buka akses publik terhadap arsip negara dan data terkait peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM, agar kebenaran dapat terungkap tanpa manipulasi.
4. Berikan kompensasi dan pemulihan hak-hak korban serta keluarga yang terdampak, sebagai bentuk tanggung jawab negara atas kegagalan penegakan hukum selama ini.
Kami tegaskan bahwa keadilan tidak boleh lagi ditunda! HMI akan terus berada di garda depan dalam memperjuangkan hak-hak korban dan menuntut pertanggungjawaban negara. Keadilan harus ditegakkan, pelanggaran HAM harus diselesaikan!. (*)