Tenggarong, Kompak.id – Sebagai bentuk pendidikan politik untuk masyarakat dalam ruang negara demokrasi seperti Indonesia, diperlukan pengetahuan tentang demokrasi untuk khalayak. Masyarakat dipandang perlu mengetahui hak-hak dan kewajibannya dalam partisipasinya mengawal jalannya demokratisasi, tidak hanya secara nasional tapi juga proses demokratisasi di daerah.
Hal itu disampaikan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Akhmed Reza Fachlevi saat membuka giatnya di awal tahun ini, yakni Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) ke-1 dengan tema “Demokrasi di Era Reformasi”. Giat itu berlangsung di Desa Persiapan Sumber Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Sabtu (25/1/20025).
“Demokrasi pasca reformasi seperti saat ini, penguatan demokrasi di tingkat lokal memerlukan partisipasi aktif masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan, transparansi pemerintahan, dan akuntabilitas pemimpin daerah. Di Indonesia, upaya ini dapat diwujudkan melalui pendidikan politik, penguatan organisasi masyarakat, serta penyediaan ruang dialog antara pemerintah dan warga. Selain itu, perlindungan hak-hak sipil dan kebebasan berekspresi harus dijamin agar masyarakat dapat berkontribusi secara konstruktif dalam pembangunan daerah yang inklusif dan berkeadilan. Oleh karena itu kegiatan penguatan demokrasi daerah ini perlu dilaksanakan,” papar Reza mengawali sambutannya dihadapan seratusan warga.
Lebih lanjut, pejuan politik dari Partai Gerindra itu menyebutkan sejumlah elemen penting dalam memperkuat bangunan demokrasi di daerah maupun secara nasional. Menurutnya, yakni partisipasi masyarakat, kelembagaan pemerintah yang sesponsif, kebebasan pers dan informasi publik, organisasi masyarakat sipil, Pemilu yang bebas dan adil, kepemimpinan yang berintegritas,
supremasi hukum, ruang dialog publik, juga desentralisasi yang efektif.
“Seperti pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prinsip demokrasi. Dengan menguatkan elemen-elemen ini, demokrasi di daerah dapat berkembang lebih kokoh, melibatkan masyarakat secara luas, dan mendorong pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan,” jelas Reza yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur.
Untuk lebih memperkuat pengetahuan masyarakat Desa Persiapan Sumber Rejo, Reza Fachlevi menghadirkan dua narasumber, masing-masing Tri Wahyuni selaku Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Kalimantan Timur dan Guswantri dewan pakar dari Partai Gerindra Kutai Kartanegara. Hadir juga dalam kesempatan itu, Pj Kepala Desa Persiapan Sumber Rejo, Syaili P.
Menurut Tri Wahyuni, Indonesia sejak awal kemerdekaan telah mengalami proses demokratisasi yang tidak mudah. Sejak Pemilu pertama pasca kemerdekaan yakni tahun 1955, demokrasi di Indonesia terus mengalami dinamika hingga reformasi tahu 1998.
“Indonesia pernah menjalankan demokrasi parlemen dan demokrasi terpimpin. Bagaimana Demokrasi Pancasila zaman Orde Baru? Memang ada kebebasan yang dikekang,” kata Tri Wahyuni.
Diakuinya, demokratisasi di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Namun, demokrasi yang menjamin kebebasan masyarakat sipil tersebut saat ini rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu.
“Demokrasi yang sekarang apa yang dirasakan, apakah sudah ideal? Kebebasan berpendapat sudah kebablasan. Bahkan black campaign. Sebenarnya demokrasi di Indonesia sudah berkembang pesat. Sayangnya kebebasan tersebut kebablasan,” kata Tri menegaskan.
Narasumber kedua, Guswantri mengajak kepada masyarkat yang hadir untuk memahami hak-hak mereka sebagai warga negara. Seperti hak atau kebebasan berpendapat di muka umum. Dalam menyampaikan pendapat, kata dia, masyarakat tidak perlu takut atau terintimidasi. Sebab, hak masyarakat untuk berbicara atau menyampaikan aspirasi telah dijamin atau dilingungi oleh undang-undang.
“Jangan takut menyampaikan pendapat, karena kalau kita takut atau diam maka itu awal dari penindasan,” kata Guswantri.
Usai pemaparan dari kedua narasumber, PDD ke-1 tersebut berlanjut dengan sesi dialog. Banyak pertanyaan yang terlontar dari peserta kepada narasumber terkait proses demokratisasi di daerah setempat. (*)