Kompak.id, Tenggarong – Masyarakat Desa Teratak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara sudah sejak lama ingin lahan mereka produktif. Terutama tiga kelompok warga yang lahannya digunakan untuk areal Hutan Tanaman Industri (HTI). Sebab, sejak digunakan HTI, secara perekonomian tidak menghasilkan keuntungan apapun bagi warga. Padahal awalnya lahan tersebut merupakan ladang yang ditanami padi.
Berbeda dengan lahan warga yang masuk perkebunan inti plasma sawit seperti di desa tetangganya, Desa Benua Puhun. Sejak 2021 lalu, warga Desa Benua Puhun sudah menikmati hasil dari perkebunan sawit. Hal tersebut menjadi alasan warga Desa Teratak, agar lahan mereka yang selama ini digunakan HTI dapat dikembalikan kepada warga. Namun, proses itu ternyata tidak semudah apa yang menjadi kemauan pemilik lahan. Lahan mereka ternyata masuk dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) yang melibatkan izin pemerintah pusat.
Tiga kelompok warga pemilik lahan kemudian meminta pemerindah desa untuk menanyakan hal itu kepada Dinas Kehutanan Kalimantan Timur. Pertemuan kemudian berlanjut dengan dihadiri perwakilan dari HPHTI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri) yang dimediasi Dinas Kehutanan.
“Karena yang mau diambil lahan perladangan Desa Teratak itu kena jalur KBK. Kami sudah mediasi dengan HTI dengan warga yang terbagi tiga kelompok, kelompok 58, 71 dan 21. Hasilnya pihak HPHTI juga Dinas Kehutanan itu nantinya akan ada sosiasisali ke desa, tapi belum tahu kapan,” ungkap Kepala Desa Teratak Abdul Kadir beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Abdul Kadir menjelaskan, penggunaan lahan warganya dinilai tidak melalui kesepakatan bersama. Kerja sama antara HTI dengan warga berlangsung selama 25 tahun. Saat ini, kata dia, pihak HTI ingin memperpanjang masa kerja sama tersebut tapi warga menolak.
“Masalahanya ada perjanjian atau MoU tidak dibuat sama-sama dengan HTI. Manfaat ke warga belum ada. Jadi HTI merencanakan mau dimitrakan lagi ke warga, tapi warga tidak mau,” jeas Kadir.
Terkait dengan keinginan warganya, Abdul Kadir mendukung lahan warga dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, di antaranya melalui perkebunan plasma seperti di Desa Benua Puhun.
“Kita mendukung warga masyarakat untuk berkebun. Cuma kita belum tahu persis dengan pihak sawit,” ujar Kadir menambahkan. (*)