Kompak.id, Samarinda — Anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Andi Sofyan Hasdam, menyoroti sejumlah isu strategis nasional dan daerah dalam pertemuan dengan awak media, mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu, wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD, hingga revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Salah satu isu utama yang disampaikan adalah putusan MK yang mengubah sistem pemilu agar tidak lagi digelar secara serentak. Hasdam menilai, keputusan tersebut muncul sebagai respons atas kelelahan ekstrem yang dialami penyelenggara pemilu 2019 lalu, yang bahkan menimbulkan korban jiwa.
Meski mengapresiasi langkah MK, Hasdam mengingatkan potensi pelanggaran konstitusi karena penundaan pemilu kepala daerah hingga 2,5 tahun.
“Ini harus menjadi perhatian DPR RI untuk mengatur ulang jadwal pemilu melalui undang-undang,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan Pilkada, Hasdam menanggapi wacana agar kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. Ia secara pribadi lebih mendukung sistem pemilihan langsung, meskipun tidak menutup mata terhadap persoalan politik uang.
“Pemilihan langsung tetap bisa diberlakukan, tapi perlu selektif. Bisa dibatasi hanya untuk daerah yang sudah matang secara demokrasi, atau diterapkan sistem campuran sesuai kesiapan daerah otonom,” katanya.
Lebih lanjut, Hasdam mengkritisi revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ia menyebut adanya kecenderungan sentralisasi, di mana banyak kewenangan daerah ditarik kembali ke pemerintah pusat.
Hasdam menekankan pentingnya menjaga semangat otonomi daerah sebagai salah satu pilar reformasi, agar daerah tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan, tetapi juga memiliki kewenangan strategis untuk menentukan arah pembangunan masing-masing.
“Dulu, urusan pertambangan dikelola oleh provinsi. Sekarang semua ditarik ke pusat. Ini berpotensi memperlebar kesenjangan pembangunan antarwilayah dan harus segera dikoreksi,” tutupnya. (Ain)