SAMARINDA – Musim pendaftaran siswa baru, khusus tahun ini, terutama di wilayah Kutai Kartanegara, diwarnai dengan keluhan orang tua siswa. Keluhan yang muncul adalah, adanya pembelian buku dan seragam sekolah, yang dinilai memberatkan para orang tua siswa.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim H Akhmed Reza Fachlevi, S.Sos., meminta semua pihak, terutama pihak sekolah, bisa bersikap bijak. Pasalnya, Indonesia secara umum, termasuk Kaltim, belum benar-benar pulih setelah dihantam badai pandemi Covid 19 dua tahun terakhir.
“Bisa dimaklumi jika ada orang tua yang kemudian merasa keberatan atau tidak mampu. Karena akibat pandemi Covid kemarin, tidak sedikit orang tua yang kehilangan pekerjaan, dan belum semua bisa bangkit dari krisis ekonomi yang menyertai pandemi,” beber Reza, sapaan akrabnya.
Reza juga memaklumi, bahwa buku dan seragam sekolah juga diperlukan untuk kelancaran proses pendidikan. Seragam diperlukan agar tidak ada perbedaan status sosial yang ditunjukkan oleh pakaian atau penampilan. Seragam diharapkan mendorong rasa persatuan dan mengurangi tekanan pada murid yang mungkin merasa minder karena perbedaan penampilan.
Seragam sekolah juga menjadi sarana membangun identitas sekolah yang kuat. Ketika murid mengenakan seragam yang sama, mereka menjadi bagian dari upaya menghargai nilai-nilai yang diterapkan sekolah. Hal ini juga dapat membantu menciptakan iklim belajar lebih fokus, karena pakaian tidak menjadi faktor gangguan.
“Bayangkan kalau sekolah setiap hari pakai baju bebas. Jelas akan terlihat ada perbedaan strata sosial hanya karena pakaiannya,” katanya.
Namun demikian, menurut Reza, seragam yang digunakan hendaknya tidak terlalu membebani orang tua siswa. Begitu juga dengan buku pelajaran yang digunakan, Reza berharap ada konsistensi dalam penggunaan buku.
“Paling tidak, buku kakak kelas, bisa dipakai oleh adik kelasnya. Itu salah satu sikap bijak yang perlu diutamakan setiap sekolah,” sarannya. Ini penting, karena tentu saja pihak sekolah tetap mempertimbangkan situasi finansial dan kebutuhan individu para murid.
“Akan lebih baik jika pihak sekolah menyediakan program bantuan bagi keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan seragam dan buku. Ini dapat melibatkan bantuan keuangan atau program pertukaran buku yang sudah tidak digunakan oleh murid-murid sebelumnya,” bebernya.
Tak kalah pentingnya, Reza berharap, dalam setiap keputusan, terutama terkait pembelian buku dan seragam, perlu melibatkan komite orang tua murid. “Adakan pertemuan atau diskusi terbuka untuk membahas isu ini dan mencari solusi terbaik untuk semua pihak yang terlibat,” sarannya.
Prinsipnya, kata Reza, semua pihak harus bijak menyikapi. “Perhatikan keseimbangan antara kebutuhan murid, orang tua, dan kepentingan sekolah. Transparansi dan komunikasi terbuka antara semua pihak yang terlibat akan membantu mencapai solusi yang lebih baik,” pungkasnya. (*)