SAMARINDA – Bagi warga yang melintasi ruas jalan nasional Samarinda menuju Bontang, pasti pernah melihat keberadaan Masjid Abah Nanang. Lokasinya di Kilometer 82, di daerah Tanjung Perangat, Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, berbatasan dengan daerah Kutai Timur. Masjid yang berada di sebelah kiri jalan dari arah Samarinda itu, sengaja dibangun oleh H. Nanang Sulaiman, yang akrab disapa Abah Nanang.
Abah Nanang yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan Kaltim, sengaja membangun masjid di lokasi ini pada 2010 silam. Pembangunannya memakan waktu hingga 2 tahun, sehingga baru bisa digunakan pada 2012.
Lantas apa yang membuatnya terpikir membangun masjid ini? “Waktu lewat kawasan ini, saya melihat banyak sopir truk atau sopir travel yang mampir istirahat di warung remang-remang,” ujarnya. Melifat fakta itu, muncul ide untuk membangun masjid. Selain untuk ibadah juga sebagai tempat istirahat atau singgah.
“Saya berpikir, kalau mereka istirahatnya di masjid, pendapatan sopir bisa dihemat untuk dibawa pulang. Apalagi di masjid sudah disiapkan kopi gratis,” tuturnya.
Abah Nanang menyebut, pernah bertemu seorang ibu yang suaminya bekerja sebagai sopir. Ibu itu bersyukur karena suaminya sering mampir di masjid, dan bisa minum kopi gratis. “Jadi uang yang diberikan ke istri bisa lebih banyak,” ujarnya menirukan apa yang disampaikan istri sang sopir itu.
Harapannya, dengan adanya masjid sebagai tempat persinggahan, para musafir termasuk para sopir tidak istirahat di sembarang tempat, apalagi warung remang-remang. “Bisa dapat pahala, uang juga bisa utuh dibawa pulang,” imbuhnya.
Masjid berdiri di atas lahan seluas 2 hektare yang sengaja dibeli untuk mendirikan tempat ibadah ini. Untuk bangunan masjid, berukuran 15 x 20 meter. “Dulu ada lima lokasi yang diincar, akhirnya terpilih lokasi ini,” tutur Abah Nanang.
Untuk membangun masjid ini, lebih dari Rp 2 miliar dana yang dihabiskan, termasuk untuk pembelian tanah. Tak hanya membangun masjidnya, Abah Nanang juga harus merogoh kantongnya tiap bulan untuk operasional masjid.
Apalagi sejak awal beroperasi hingga 2017 silam, ketika belum ada listrik dari PLN, setiap bulan harus menyisihkan dana Rp 3,5 juta hanya untuk kebutuhan bahan bakar solar. Maklum, untuk penerangan mau tidak mau harus menggunakan dua mesin generator set.
Abah Nanang juga harus memberikan operasional untuk imam masjid beserta keluarganya, yang menetap di masjid ini. Begitu juga untuk menyediakan kopi gratis bagi setiap warga yang singgah. Total Rp 9 jutaan dana yang harus dikeluarkan setiap bulan untuk operasional.
Beruntung sejak 2018, listrik sudah masuk ke kawasan ini. Sehingga biaya untuk listrik bisa berkurang drastis. Kini untuk membeli pulsa listrik, setiap bulan hanya menghabiskan rata-rata Rp 1 juta.
Apakah dana infak yang masuk bisa menutupi operasional masjid? Tentu tidak. Karena, dari donasi para musafir yang singgah di masjid, rata-rata hanya tercatat Rp 3 jutaan per bulan.
“Ya memang sejak awal tidak berharap dari jamaah, karena memang masjid ini jauh dari pemukiman. Niatnya hanya untuk membantu musafir. Tetangga sekitar masjid hanya ada 6 kepala keluarga,” bebernya.
Karena itu, jika di daerah lain ada masjid yang saldo kasnya nol rupiah, maka masjid ini selalu minus, dan harus terus disubsidi. Adakah donatur lain yang terlibat?> Ternyata, ada juga donatur yang kerap membantu, yaitu keluarga almarhum mantan gubernur Kaltim HM Ardans.
“Selain itu belum ada,” ujarnya. Meski demikian, Abah Nanang mengaku terbuka kepada siapa saja yang ingin beramal. “Ini masjid milik umat, bukan milik saya pribadi. Kebetulan saja pakai nama Masjid Abah Nanang,” imbuhnya.
Bahkan, saat Ramadan, masjid yang dibuka 24 jam ini juga menyiapkan takjil untuk berbuka puasa setiap hari. “Ini sudah tahun ke-8, menyiapkan buka puasa gratis,” ujarnya di sela mengantarkan bahan kebutuhan untuk masjid ini. Terlihat ada beras, mi instan, telur, hingga kurma dan bahan kebutuhan lainnya, untuk Ramadan. Termasuk ayam yang dipakai untuk lauk makan sahur.
Setiap hari selama Ramadan, lebih dari 100 takjil yang disiapkan setiap berbuka puasa. Tak hanya itu, selama bulan penuh berkah ini, Masjid Abah Nanang juga menyiapkan makan sahur gratis. “Biasanya rata-rata sampai 25 porsi per hari. Pokoknya kalau ada sopir atau musafir kebetulan melintas pas sahur, silakan sahur di masjid ini,” sambungnya.
Masjid ini juga kerap dijadikan lokasi ganti baju atau istirahat para jemaah dari Bontang dan Sangatta atau Muara Wahau yang pulang dari haji atau umrah. Keberadaan toilet, kamar mandi dan tempat wudu yang cukup representatif sangat membantu warga,
Diakui Abah Nanang, tak mudah memelihara masjid ini. Ada saja tantangan yang muncul. Seperti Desember 2021 lalu, masjid ini sempat dirusak orang tak dikenal. Hampir semua fasilitas dilempar ke luar masjid. Jam berdiri dari kayu ukir yang normalnya harus diangkat dua orang, juga rusak dilempar ke luar masjid.
“Keluarga pelaku sempat telpon, meminta maaf. Akhirnya masalah ini tidak kita perpanjang. Kita ikhlaskan saja. Namanya juga orang sedang gangguan mental,” katanya. Pelaku kemudian dibebaskan dari kantor polisi dan dibawa pulang keluarganya. (*)