Kompak.id, Samarinda – Ketua Umum Keluarga Pelajar Mahasiswa Kabupaten Berau (KPMKB) Samarinda, Rijal meminta seluruh perusahaan pertambangan batubara di Kabupaten Berau trasparan kepada publik. Desakan transparansi itu terkait dengan perhitungan pembagian nilai corporate social responsibility (CSR) dan pengembangan pemberdayaan masyarakat (PPM).
KPMKB Samarinda menduga, perusahaan batubara yang beroperasi di Berau tidak menjalankan kewajiban CSR/PPM sepenuhnya kepada masyarakat yang terdampak langsung oleh kegiatan perusahaan pertambangan.
“Kami menilai tidak ada skema yang jelas dan tranparan dilakukan oleh korporasi yang melakukan sistem pertambangan terbuka,” ungkap Rijal, Kamis (22/06/2023).
Lebih lanjut Rijal mengatakan, dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan dan Usaha Pertambangan Minerba, telah mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk menyusun, melaporkan dan menyampaikan laporan pelaksanaan program PPM sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Rijal menguatkan dengan Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam permen ini mewajibkan setiap perusahaan untuk membuat Rancangan Induk Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat atau RIPPM yang disusun bersama masyarakat desa dan perangkat lainnya dan kemudian berpedoman pada cetak biru yang dibuat oleh gubernur. Kemudian pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan program RIPPM sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebagaimana tertuang dalam ketentuan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan dan Pengawasan Pertambangan Minerba.
“Semestinya ada agenda tahunan yang harus disesuaikan di tingkat masyarakat sesuai dengan Kepmen No 1824 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, sehingga aturan main untuk menyusun RIPPM bisa terealisasi dari tingkat desa dan dilakukan secara terbuka,” jelas Rijal.
Selain penyusunan PPM, KPMKB Samarinda juga menilai nominal pembagian angka CSR/PPM tidak pernah dipublikasikan ke masyarakat. Kata Rijal banyak desa yang terdampak pertambangan justru hanya menerima perhitungan “siluman” yang dasarnya tidak sesuai dan justru tidak pernah dijelaskan di tingkat desa.
“Ada skema pembagian CSR/PPM yang disesuaikan berdasar RKAB yang disusun setiap tahunnya oleh perusahaan. Sehingga akumulasi angka ini bisa kita lihat melalui surat keputusan Dirjen Minerba Nomor:466.K/32/DJB/2015 dan perubahan Keputusan Dirjen Nomor:953.K/DJB/2015,” katanya melanjutkan.
Dalam waktu dekat KPMKB Berencana akan melakukan upaya-upaya lain membuat kajian lingkup mahasiswa se-Kaltim untuk bersama-sama mengawal terkait perhitungan nilai CSR/PPM. KPMKB juga akan mengakomodir para pemuda dan aktivis serta akademisi untuk juga membuat keputusan bersama guna mengawal transparansi CSR/PPM setiap perusahaan batubara.
“Contoh Berau Coal hari ini pernah tidak memublis besaran yang harus diterima setiap desa binaan mereka, sehingga ini menjadi pertanyaan juga kalau skema penyuunan RIPPM itu sudah maksimal atau belum sehingga masyarakat tahu besaran yang akan diberikan,” tutup Rijal. (Ain)