Kompak.id, Samarinda – Samarinda kembali jadi sorotan. Hingga Maret 2025, setidaknya 50 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaporkan jadi yang tertinggi se-Kalimantan Timur. DPRD Samarinda pun angkat bicara dan mendesak pemerintah bergerak cepat.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menilai bahwa banyaknya laporan justru bisa jadi pertanda positif.
“Ini bukan semata soal meningkatnya kekerasan, tapi juga karena masyarakat mulai berani bicara,” ujarnya, Sabtu (24/5/2025).
Meski begitu Sri Puji mengingatkan, laporan tanpa tindak lanjut hanya akan menjadi data kosong. Ia menegaskan pentingnya aksi nyata, bukan sekadar catatan.
“Jangan hanya berhenti di laporan. Pemerintah harus hadir, dari kota sampai kelurahan, untuk menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar sistem perlindungan bisa berjalan efektif.
“Aturan sudah ada, tapi kalau warga tidak tahu hak mereka, semua itu percuma,” katanya.
Sorotan lain adalah kondisi rumah aman milik UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. Meski sudah tersedia, Sri Puji menilai masih banyak yang perlu dibenahi.
“Rumah aman idealnya punya sistem keamanan seperti rumah sakit. Juga harus dekat dengan layanan penting seperti sekolah dan puskesmas, supaya korban bisa pulih dengan baik,” tandasnya.