Kompak.id, Samarinda – Upaya penyelesaian sengketa lahan di Jalan Folder Air Hitam dan kawasan transmigrasi RT 13 Kelurahan Lok Bahu terus menjadi perhatian DPRD Kota Samarinda. Komisi I DPRD Samarinda menyoroti perlunya kepastian hukum agar hak-hak warga dan pemerintah dapat terlindungi secara adil.
Isu ini menjadi fokus utama dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang melibatkan perwakilan masyarakat dan Pemerintah Kota Samarinda. Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Saputra menjelaskan, sengketa di Jalan Folder Air Hitam berawal dari klaim warga terhadap lahan yang saat ini digunakan sebagai gedung olahraga anggar dan taekwondo. Mereka menuntut pembayaran ganti rugi yang dianggap belum tuntas.
“Menurut keterangan dari bidang aset, masih terdapat tujuh warga yang proses pembebasan lahannya belum selesai. Untuk memastikan status kepemilikan secara akurat, pemohon diharapkan segera mengajukan permohonan penentuan titik koordinat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),” jelas Samri.
Penentuan titik koordinat menjadi langkah penting untuk memastikan keabsahan kepemilikan lahan dan menghindari kesalahan dalam proses penyelesaian sengketa. Samri juga mengingatkan kemungkinan adanya kekeliruan dalam pembayaran lahan di masa lalu.
“Bisa saja lahan tersebut sebenarnya sudah dibebaskan oleh pemerintah kepada pemilik pertama, sementara klaim saat ini diajukan oleh pihak yang membelinya kemudian. Situasi seperti ini kerap terjadi. Pemerintah Kota merasa sudah menyelesaikan pembayaran sejak 2013, namun klaim baru muncul pada 2023. Hal ini yang tengah kami dalami,” ujarnya.
Di sisi lain, sengketa di Lok Bahu bermula dari surat yang diterbitkan oleh Kementerian Transmigrasi pada 2023, yang meminta BPN menghentikan proses sertifikasi lahan warga. Padahal, sebagian warga telah menetap di lokasi tersebut selama puluhan tahun dan bahkan telah memiliki sertifikat hak milik.
“Masyarakat merasa dirugikan akibat penghentian proses sertifikasi ini, sehingga mereka meminta DPRD untuk memfasilitasi penyelesaiannya. Kami mendorong pemerintah agar memastikan apakah lahan tersebut merupakan aset daerah atau tidak,” ujar Samri.
DPRD Samarinda menegaskan, mereka akan bersikap netral dalam menangani sengketa ini, dengan mengutamakan data yang akurat dan valid.
“Kami tidak ingin memberikan dukungan tanpa dasar yang kuat. Kejelasan data sangat penting agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam penyelesaian sengketa ini,” tegasnya.
Samri juga menegaskan, berdasarkan regulasi yang berlaku, pengajuan penentuan titik koordinat merupakan kewenangan pemilik lahan.
“Seandainya Pemerintah Kota bisa mengajukan, tentu hal ini sudah dilakukan sejak lama. Namun, berdasarkan regulasi, hanya pemilik lahan yang memiliki hak untuk mengajukan permohonan ke BPN,” tandasnya.