Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
BERITA UTAMA OPINI

Pengurus IAI Se-Indonesia Perkuat Komitmen Sikapi UU Kesehatan Omnibus Law

Rakornas IAI secara daring, Minggu (16/7) tadi.

Catatan: apt. Ovhan *)

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) langsung mengambil langkah strategis dengan melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) secara daring melalui platform zoom meeting, Minggu, 16 Juli 2023 tadi. Rapat ini untuk menyikapi Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna masa persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.

Rakornas IAI diadakan sebagai wadah konsolidasi dan penguatan komitmen dari seluruh elemen organisasi IAI, dihadiri seluruh organ Ikatan Apoteker Indonesia mulai dari Pengurus Pusat (PP), Pengurus Daerah (Propinsi), hingga tingkat Pengurus Cabang (Kabupaten/Kota) serta Dewan Pengawas (Dewas), Majelis Kode Etik Apoteker Indonesia (MKEAI).

Rakornas dipimpin Ketua Umum PP IAI, apt. Noffendri, S.Si didampingi Sekretaris Jenderal, apt. Yusuf Lilik Indrajaya, S.E, S.Si., MBA.

Agenda dalam Rakornas adalah menyamakan persepsi terhadap beberapa pasal dalam UU Kesehatan yang dianggap merugikan profesi apoteker. Salah satu pasal yang dianggap merugikan bagi profesi Apoteker adalah pasal 145 ayat (3), yang mengatur tentang Task Shifting. Pada pasal tersebut disebutkan, dalam kondisi tertentu, praktik kefarmasian dapat dilakukan tenaga kesehatan lain secara terbatas.

Terkait pasal itu, IAI berpandangan praktik kefarmasian harusnya dilakukan tenaga kesehatan profesional yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini adalah apoteker.

Selain itu, dari data IAI diketahui lulusan profesi apoteker setiap tahunnya mencapai kurang lebih 7.000 orang. Dengan demikian profesi apoteker bukanlah profesi langka sehingga, tidak tepat untuk dilakukan Task Shifting.

Selain pasal 145, pasal 311 tentang organisasi profesi juga merupakan pasal yang menimbulkan keresahan. Dalam pasal 311 ayat (1) ini disebutkan tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat membentuk organisasi profesi. Artinya organisasi profesi yang selama ini hanya boleh satu (single bar) untuk setiap profesi, berubah menjadi boleh lebih dari satu (multi bar). Dengan munculnya pasal ini, organisasi profesi berubah statusnya menjadi LSM yang  bebas untuk dibentuk, dan berimplikasi  hilangnya  peran dan fungsi organisasi secara menyeluruh.

IAI berpandangan, dengan satu wadah organisasi profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan, akan lebih memudahkan pemerintah melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap profesi tenaga kesehatan. Memudahkan pula konsolidasi pelaksanaan program pemerintah di bidang kesehatan melalui organisasi profesi. Di samping itu keberadaan satu wadah organisasi profesi sangat penting dalam menjaga hubungan kesejawatan sesama anggota.

BACA JUGA :  Usai Dilantik, IAI Balikpapan Langsung Gelar Rakercab dan Seminar

Tak hanya itu, pasal 272 dalam UU Kesehatan OBL ini menambah daftar polemik bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Kehadiran UU ini membuat tugas dan peran organisasi profesi selama ini seperti penyusunan standar kompetensi dan kurikulum pelatihan beralih ke kolegium yang tidak lagi melibatkan praktisi.

Lantas apa langkah IAI berikutnya? Sebagai organisasi profesi, apoteker Indonesia yang telah berkiprah sejak 1955 dan keberadaannya telah diakui negara, IAI tentu tidak berdiam diri. Menyikapi pengesahan UU Kesehatan Omnibus Law yang menimbulkan gejolak di kalangan anggota, IAI dengan seluruh organ yang ada, mulai dari tingkat cabang hingga pusat berkomitmen terus melakukan pelayanan, pembinaan dan memberikan advokasi kepada anggota dan tentunya akan terus meneruskan langkah-langkah perjuangan.

“Program kerja tetap dilaksanakan, pelayanan keanggotaan tetap berjalan seperti biasa dan penggunaan aplikasi Sistem Informasi Apoteker (SIAp) juga tetap berjalan. Penyesuaian pengelolaan dan pelayanan organisasi akan dilakukan setelah aturan turunan dari Pemerintah dikeluarkan,” ujar Noffendri di hadapan peserta Rakornas.

Di akhir Rakornas, apt. Noffendri menyampaikan beberapa rencana tindak lanjut yang akan IAI tempuh yakni; IAI akan mengajukan permohonan penyempurnaan UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (Judicial Review). IAI juga menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk penyusunan aturan turunan (PP/Perpres/Permenkes). Rencana tindak lanjut ini disambut baik dan didukung penuh seluruh peserta Rakornas.

Sebelum menutup Rakornas, Noffendri berpesan agar seluruh pengurus dan anggota IAI tetap bersatu menjaga rumah besar IAI serta mengimbau seluruh jajaran pengurus daerah dan pengurus cabang agar melakukan audiensi  dengan Dinas Kesehatan setempat untuk mencari informasi sekaligus konsolidasi setelah disahkannya UU Kesehatan ini

Sebelumnya dikabarkan, DPR mengesahkan UU Kesehatan ini untuk memperkuat sistem ketahanan negara dan meningkatkan kualitas serta kesejahteraan masyarakat. Bahkan UU ini disebut akan menghadirkan solusi terhadap berbagai permasalahan di bidang kesehatan. Antara lain, pelayanan kesehatan masih mengedepankan pendekatan kuratif, ketersediaan dan distribusi SDM kesehatan, kesiapan menghadapi krisis kesehatan, aspek kemandirian farmasi dan alat kesehatan. Di balik manfaat yang digaungkan DPR dan Pemerintah, terdapat  beberapa pihak yang merasa terzalimi dengan disahkannya UU Kesehatan ini, yakni organisasi profesi kesehatan, salah satunya Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).  (*)

*) Wakil Sekretaris Pengurus Daerah (PD) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kalimantan Timur

 

 

 

Related posts