Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
BERITA UTAMA

Lima Organisasi Profesi Kesehatan di Kaltim Tolak RUU Kesehatan

Gelombang penolakan RUU Kesehatan mulai muncul,.salah satunya dari Kaltim.

SAMARINDA – Bertempat di Hotel Amaris Samarinda, 5 perwakilan organisasi profesi kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi (Forkom) Organisasi Profesi Kesehatan Kalimantan Timur menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan – Omnibus Law.

Pernyataan sikap secara bersama dan tegas itu resmi disampaikan  perwakilan dari lima organisasi profesi kesehatan dalam konferensi pers yang digelar Kamis (17/11) tadi.

Mereka yang menyuarakan penolakan ini masing-masing Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),  Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan  Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Ketua IDI Kaltim, dr Hj. Padilah Mante Runa mengatakan, penolakan ini berawal dari keresahan organisasi lintas profesi terutama pada pelayanan kesehatan. Misalnya, RUU Kesehatan mewacanakan organisasi profesi tidak berkewenangan lagi memberikan rekomendasi Surat Tanda Registrasi (STR).

“Tak hanya itu, dalam RUU Kesehatan ini, STR akan berlaku seumur hidup dari yang sebelumnya diperpanjang sekali dalam 5 tahun,” sebut Padilah.

Menurut Padilah, hal ini sangat mengherankan karena  dalam profesi kedokteran dan profesi kesehatan lain, surat tanda registrasi ada masa berlakunya. “STR ini harus diperpanjang sesuai syarat tertentu dan harus memenuhi kredit point atau satuan kinerja profesi (SKP) sesuai standar organisasi profesi masing-masing.

Padilah menambahkan, untuk memenuhi point tersebut,  semua tenaga kesehatan wajib mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi melalui seminar, webinar ataupun simposium.

BACA JUGA :  Budisatrio Kembali Gelar Bintek Pertanian, Kali Ini Menyasar Petani Millenial

Dijelaskan, kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Sementara kompetensi dan kewenangan tenaga medis dan tenaga Kesehatan adalah jaminan dalam melaksanakan praktik agar keselamatan pasien tetap terjaga.

“Sudah semestinya, organisasi profesi kesehatan beserta seluruh perangkatnya memiliki kewenangan menetapkan kompetensi profesi kesehatan. Pemerintah wajib dilibatkan dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah,” tegasnya.

Ia menyampaikan, organisasi profesi kesehatan di Kalimantan Timur belum pernah diberi informasi apalagi dilibatkan dalam pembahasan naskah akademik RUU kesehatan. Demikian pula Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan di Kalimantan Timur.

Lebih lanjut, forum organisasi profesi kesehatan ini menyatakan eksistensi UU No 29 tahun 2004 tantang Praktik Kedokteran, UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan UU No 4 tahun 2019 tentang Kebidanan telah berjalan dengan baik dan tertib.

“Penghapusan Undang-undang profesi kesehatan tidak hanya berpotensi melemahkan peran organisasi profesi, namun akan menimbulkan dampak dan kerugian lebih besar terhadap kepentingan masyarakat. Karena undang-undang profesi kesehatan dan kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat,” urainya.

Ia berharap usulan yang disampaikan bisa membuat Rancangan Undang-Undang Kesehatan ini ditarik dari Prolegnas 2022 DPR RI. (*)

 

Related posts