Kompak.id, Tenggarong – Sosialisasi wawasan kebangsaan yang digelar anggota DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi di Desa Manunggal Daya, Kecamatan Sebulu disambut antusiasme sejumlah tokoh masyarakat. Terlebih, peserta sosialisasi wawasan kebangsaan ini sebagian besar merupakan pelajar SMKN 2 Sebulu. Pelajar sebagai generasi penerus bangsa saat ini, sepuluh tahun sampai dengan dua puluh tahun mendatang merupakan pemimpin-pemimpin bangsa. Untuk itu, pengetahuan wawasan kebangsaan mereka melalui pemahaman ideologi negara Pancasila patut ditanamkan.
Hal itu diutarakan Kepala SMKN 2 Sebulu, Kutai Kartanegara, Kusdirokit yang mengkhawatirkan peserta didiknya terpengaruh negatif dari perkembangan teknologi dan infromasi, terutama dari media sosial.
“Karena di medsos itu banyak yang menjelek-jelekan bangsa sendiri. Kenapa gitu? Inilah mengapa penting mengadakan sosialisasi wawasan kebangsaan. Dengan kegiatan ini inti tujuannya akan membentuk karakter siswa. Sekarang pendidikan itu harus membentuk karakter. Karakter itu apa? saling menghormati, menghargai. Bukan nilai (pelajaran) yang tinggi,” ungkap Kusdirokit saat menyampaikan sambutannya di awal kegiatan tersebut, Sabtu (5/11/2022).
Kepala Desa Manunggal Daya, Mahfud yang berkesempatan memberikan sambutan juga menilai pentingnya wawasan kebangsaan untuk masyarakat. Menurutnya, wawasan kebangsaan secara perlahan tergerus oleh modernisasi zaman. Sehingga berpotensi menghapus nilai-nilai nasionalisme dari kehidupan masyarakat.
“Sebenarnya dari dulu kita sudah memiliki nasionalisne. Sepertinya di sini banyak yang khilaf, lupa dengan bangsanya sendiri,” katanya.
Angota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi yang membuka kegiatan ini, memberikan pengantar terkait tujuan dihelatnya sosalisasi wawasan kebangsaan. Melihat peserta sebagian besar merupakan pelajar, Reza menilai tepat. Menurutnya, sekolah-sekolah saat ini tidak lagi secara khusus mengajarkan Pancasila sebagai ideologi negara. Sementara pendidikan nasional bertujuan membentuk peserta didik atau manusia Indonesia yang berkarakter, berkepribadian Indonesia dengan wawasan kosmopolitan.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim ini menilik tujuan pembangunan manusia Indonesia yang dicita-citakan oleh para pendiri negara, yaitu membangun manusia Indonesia secara utuh, baik intelektual dan spiritual. Karena kata Reza, manusia Indonesia tidak akan mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila tanpa memiliki kemampuan spiritual yang cukup. Sehingga ia berharap, masyarakat Indonesia yang religius atau beragama tidak akan menyoal kehadiran Pancasila sebagai pandahan hidup berbangsa dan bernegara yang sejatinya saling menguatkan.
“Wawasan kebangsaan ini sangat penting. Karena pendidikan Pancasila di sekolah tidak ada lagi. Pancasila penting sebagai pandangan hidup kita. Mudahan-mudahan kegiatan ini bermanfaat bagi kita semua. Mudahan-mudahan masyarakat ke depan lebih memahami ideologi kita. Mudah-mudahan semangat NKRI kita tetap utuh terjaga dan bertambah,” harap politikus muda Partai Gerindra ini.
Pernyataan Reza tersebut diperkuat oleh narasumber dari Unit Layanan Strategis Badan Kajian Pancasila dan Kenegaraan (ULS BKPN) Universitas Mulawarman, Ridwan Idris. Akademikus ini menjabarkan empat pilar terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara. Empat pilar yang menjadi konsensus (kesepakatan) para pendiri bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang baldatun toyyibatun warafun ghofur.
“Pasca reformasi banyak orang yang berpaling dari Pancasila. Indoensia ini terjaid karena kesepakatan, konsensus. Apa konsensus itu? yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945. Dalam nilai-nilai Pancasila ada Ketuhanan, kemanusian, persatuan, dan keadilan sosial,” kata Ridwan menjelaskan.
Ridwan membandingkan Indonesia dengan Afganistan. Indonesia dihuni lebih dari 300 kelompok etnik dan sekitar 1.340 suku bangsa, dan Afganistan negara Islam yang berada di Asia Selatan hanya memiliki 7 jenis suku bangsa.
“Di Afganistan hanya ada tujuh suku, tapi perang saudara selama empat puluh tahun. Artinya Pancasila ini penting. Saat ini mata pelajaran wawasan kebangsaan harus dimasifkan. Karena banyak yang sudah luntur,” tegas Ridwan.
Ancaman terhadap Pancasila tidak lagi tampak secara kasat mata. Namun, Ridwan berpendapat, Pancasila akan tetap selalu menghadapi ancaman dalam kehidupan globalilasi yang menghapuskan batas-batas negara melalui kemajuan teknologi dan informasi.
“Ancaman secara fisik mungkin bisa kita hadapi, tapi secara hybrid non fisik, perang pemikiran. Seperti neoliberalisme,” tandas Ridwan. (*)