Kompak.id, Samarinda – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Timur menggelar agenda Penguatan Kelembagaan bersama para mitra kerja dengan menghadirkan Komisi II DPR RI sebagai narasumber utama. Kegiatan bertema “Optimalisasi Peran Komisi II DPR RI dalam Konsolidasi Demokrasi” ini melibatkan perwakilan partai politik, mahasiswa, serta unsur masyarakat sipil di Hotel Mercure Samarinda, Kamis (13/11/2025).
Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Dermanto, menegaskan bahwa forum tersebut dirancang sebagai ruang dialog antara Komisi II dan masyarakat sipil. Melalui kegiatan ini, Bawaslu ingin membuka akses publik untuk memahami secara langsung kinerja para legislator yang terpilih melalui pemilu.
“Kami ingin memberikan ruang, menjadi jembatan antara Komisi II dengan masyarakat sipil di Kalimantan Timur,” ujar Hari.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan serupa telah dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota se-Kaltim dengan audiens yang beragam, mulai dari pelajar, mahasiswa, pemuda, tokoh agama, hingga partai politik. Hari menyebut forum ini penting agar masyarakat dapat menilai apakah kinerja wakil rakyat benar-benar menjawab harapan publik.
Hari menekankan bahwa demokrasi tidak berhenti pada pencoblosan semata. Demokrasi, katanya, juga menuntut lahirnya pemimpin yang berpegang pada nilai-nilai demokrasi seperti penghormatan terhadap HAM, kebebasan berpendapat dan berserikat, serta keadilan sosial maupun ekologis.
“Demokratisasi bukan sekadar memilih lalu selesai. Yang terpilih harus menjadi penjaga nilai-nilai demokrasi,” jelasnya.
Selain membuka ruang komunikasi, Bawaslu Kaltim juga berharap forum ini memperluas pemahaman masyarakat tentang makna demokrasi yang lebih substantif. Aspirasi yang muncul akan diteruskan kepada Komisi II sesuai dengan kewenangan legislasi mereka.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur, Edi Oloan Pasaribu, memaparkan sejumlah agenda penting terkait penguatan demokrasi nasional. Ia menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu menjadi prioritas utama DPR dan pemerintah.
“RUU Pemilu ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itu harus dibahas secara cermat dan melibatkan banyak pihak,” tegas Edi.
Menurutnya, Pemilu 2024 menjadi bahan evaluasi menyeluruh untuk perbaikan regulasi. Penutupaan celah penyimpangan, penguatan integritas penyelenggara, dan peningkatan kualitas regulasi menjadi fokus pembahasan.
Edi juga menyoroti politik uang yang masih menjadi persoalan kronis dalam pemilu Indonesia.
“Bagaimana ke depan politik uang ini bisa benar-benar direduksi. Itu harus diperjelas dalam RUU ini,” ujarnya.
Selain itu, Edi menekankan pentingnya netralitas ASN serta mengulas implikasi putusan MK Nomor 234/2024 yang memisahkan jadwal Pemilu Nasional dan Daerah. Ia juga menyinggung wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang disampaikan Presiden Prabowo, namun menilai hal tersebut membutuhkan kajian lebih mendalam.
Pembahasan RUU Pemilu ditargetkan rampung dalam dua tahun agar dapat diterapkan pada Pemilu 2029 dan 2031. Namun Edi menegaskan bahwa kualitas regulasi harus menjadi prioritas utama, bukan kecepatan pembahasan.
Ia turut menyoroti rencana penerapan e-voting berbasis internet. Meski menawarkan efisiensi, Edi mengingatkan perlunya kajian matang mengingat tantangan infrastruktur di wilayah pedalaman.
Dengan berbagai evaluasi dan pembaruan yang disiapkan, Edi berharap RUU Pemilu dapat menjadi pondasi kuat bagi penyelenggaraan Pemilu 2029 yang lebih jujur, adil, dan berintegritas.
