Kompak.id | Komunikatif, Profesional & Kredibel
SEPUTAR KALTIM

Anggota DPRD Pertanyakan Fungsi Teras Samarinda untuk Ekonomi Kerakyatan

Teras Samarinda

Kompak.id, Samarinda – Proyek Teras Samarinda yang digadang sebagai ikon baru Kota Tepian terus berlanjut dan kini telah memasuki beberapa segmen pembangunan dengan nilai anggaran mencapai ratusan miliar rupiah. Namun, di tengah kemegahan proyek tersebut, muncul pertanyaan publik mengenai efektivitas dan arah manfaatnya bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil.

Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, menilai konsep pembangunan Teras Samarinda telah bergeser jauh dari tujuan awalnya untuk mendorong ekonomi kerakyatan. Ia menyoroti bahwa fasilitas yang dibangun pemerintah justru sulit dijangkau oleh pelaku UMKM kecil karena biaya sewa yang tinggi dan jumlah kios yang terbatas.

“Teras Samarinda katanya untuk ekonomi kerakyatan. Tapi tempat jualannya cuma beberapa, dan itu pun sewanya mahal. Pedagang kecil mana bisa masuk? Mendekat pun pikir-pikir,” tegas Samri, Kamis (6/11/2025).

Samri menyebut, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan semangat pemberdayaan UMKM yang selama ini digaungkan Pemerintah Kota Samarinda. Ia meminta agar fungsi dan arah pembangunan Teras Samarinda dievaluasi kembali, sebab proyek itu sebenarnya memiliki potensi besar jika dikelola secara bijak.

Lebih lanjut, ia menilai Pemkot Samarinda perlu memberi ruang yang lebih nyata bagi pelaku UMKM untuk tumbuh dan bersaing. Ia mencontohkan keberhasilan kegiatan bazar di halaman Islamic Center yang selalu ramai pengunjung dan berdampak positif terhadap peningkatan omzet pedagang.

“Kalau difasilitasi seperti itu, mereka bisa jualan dengan nyaman, pengunjung ramai, dan ekonomi ikut berputar,” ujarnya.

Sementara itu, salah satu pengunjung, Rizal, mengakui bahwa Teras Samarinda sudah menjadi tempat yang nyaman untuk bersantai. Namun, ia menilai variasi jajanan dan jumlah tenan masih sangat terbatas sehingga belum menarik minat pengunjung secara luas.

“Enak sebenarnya nongkrong di sini, cuma memang tenannya terbatas, jadi variasi kita untuk beli jajanan itu terbatas,” katanya.

Rizal juga membandingkan Teras Samarinda dengan Tepian Sungai Tenggarong, yang sukses menjadi destinasi kuliner rakyat berkonsep terbuka dan ramai dikunjungi.

“Kalau di Tenggarong, banyak variasi jajanannya. Kenapa di sini tidak begitu juga, padahal kan Teras kita ini kesannya lebih wah daripada yang di sana,” paparnya.

Selain menyoroti konsep pengelolaan Teras Samarinda, Samri juga mengkritisi penertiban pedagang kaki lima (PKL) yang dinilai belum diimbangi dengan solusi alternatif. Ia mendorong agar Pemkot memanfaatkan kawasan tepi Sungai Mahakam, khususnya di sekitar Islamic Center, sebagai sentra kuliner rakyat yang tertata dan layak dikunjungi.

“Kalau kawasan itu rapi dan tertata, justru bisa jadi daya tarik wisata baru. Orang betah karena ada tempat makan dan hiburan,” tuturnya.

Menurut Samri, pemerintah seharusnya melihat potensi ekonomi rakyat sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang realistis dan berkelanjutan, bukan sekadar fokus pada penertiban dan kenaikan pajak.

“Daripada menaikkan pajak terus, lebih baik manfaatkan lahan-lahan pemerintah untuk kegiatan ekonomi kreatif. Pemerintah dapat PAD, masyarakat juga hidup. Kalau hanya menertibkan tanpa solusi, ya ekonomi rakyat tidak akan pernah jalan,” tandasnya.

Dengan banyaknya sorotan terhadap proyek ini, publik kini menantikan langkah konkret Pemkot Samarinda untuk menjawab kekhawatiran bahwa Teras Samarinda — alih-alih menjadi pusat ekonomi rakyat — justru berpotensi berubah menjadi simbol eksklusivitas di tengah kota. (Ain)

Related posts