Kompak.id, Samarinda – Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan seorang Ketua RT di Kelurahan Sempaja Timur, Kecamatan Samarinda Utara, terhadap sekretarisnya sendiri masih menyisakan tanda tanya besar. Meski telah berstatus tahanan kota, oknum Ketua RT 53 itu hingga kini tetap menjabat dan menjalankan tugasnya seperti biasa.
Korban, Syelvia Ningsih Kalauw, menceritakan bahwa penganiayaan terjadi tiga bulan lalu saat ia meminta surat domisili untuk keperluan pendaftaran beasiswa Gratispol Pendidikan.
“Saya ditendang di ulu hati, dipukul di kepala kanan dan kiri, kemudian diinjak di bagian kepala dan leher,” ungkap Syelvia, Senin (8/10/2025).
Ia menambahkan, setelah insiden itu, dirinya mendapati bahwa posisinya sebagai sekretaris RT telah digantikan tanpa pemberitahuan resmi.
“Saya baru tahu setelah ada rembuk warga dan dokumen yang harus ditandatangani. Nama yang tercetak bukan lagi saya, tapi orang lain yang ditulis dengan pulpen. Jadi saya dianggap sudah tidak sekretaris lagi,” ujar Syelvia.
Kasus ini kini ditangani Polsek Sungai Pinang–Samarinda Utara. Lurah Sempaja Timur, Yuliani, membenarkan bahwa perkara tersebut sudah bergulir selama tiga bulan dan pihaknya sempat berupaya melakukan mediasi.
“Kemarin waktu awal kasus kami mau mediasi, tapi pihak korban tidak bersedia dan tetap ingin menempuh jalur hukum,” kata Yuliani.
Ia mengungkapkan, oknum Ketua RT 53 juga telah menghadap kepadanya dan mengakui perbuatannya. Namun, hingga kini belum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
“Mengenai jabatannya sebagai Ketua RT, kami masih mempertimbangkan. Pertama, masa baktinya masih cukup lama. Kedua, belum ada keputusan hukum yang menyatakan bersalah,” jelasnya.
Meski begitu, banyak warga mempertanyakan sikap kelurahan yang belum mencopot oknum RT tersebut dari jabatannya. Yuliani menegaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Ketua RT tanpa dasar hukum yang sah. “Berita acara dari kepolisian kami tidak pegang, juga tidak ada surat pernyataan permintaan pergantian RT dari warga, jadi kami tak bisa melakukan itu,” terang Yuliani.
Ia menjelaskan, sesuai Peraturan Wali Kota (Perwali) Samarinda Nomor 1 Tahun 2024, pemberhentian Ketua RT hanya dapat dilakukan jika terdapat keputusan hukum tetap, kehilangan kepercayaan warga, permintaan sendiri, meninggal dunia, pindah wilayah, atau tidak lagi memenuhi syarat administrasi.
“Jika masyarakat memang sudah tidak percaya, bisa mengajukan usulan resmi ke kelurahan. Tapi tanpa usulan itu, kami tidak punya dasar memproses pemberhentiannya,” tegasnya.
Terkait penggantian sekretaris RT secara sepihak oleh oknum Ketua RT 53, Yuliani menyebut pihak kelurahan sama sekali belum menerima perubahan surat keputusan (SK) resmi. Karena itu, secara hukum, sekretaris yang dianiaya masih sah menjabat.
“Terkait hal itu kami baru tahu, dan kami akan tindak lanjuti,” ujarnya.
Hingga kini, proses hukum masih berjalan di tingkat kepolisian, sementara status jabatan sang Ketua RT tetap menjadi sorotan publik yang menuntut adanya kejelasan sikap dari pihak berwenang. (Ain)